Rabu, 13 Juli 2011

Quantum Teaching (QT)

What is QT ?

Pengertian
Quantum Teaching adalah badan ilmu pengetahuan dan metodologi yang digunakan dalam rancangan, penyajian dan fasilitas. QT merangkaikan yang paling baik dari kompatibel dengan otak yang pada akhirnya akan melejitkan kemampuan guru untuk mengilhami dan kemampuan murid untuk berprestasi.

QUANTUM TEACHING adalah interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya

1. Pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada dalam dan sekitar proses belajar
2. Uraian cara-cara baru yang memudahkan proses belajar lewat pemaduan unsur-unsur seni dan pencapaian-pencapaian terarah
3. Berfokus pada hubungan dinamis dalam kelas

Why is QT ?
Alasan:
1. Belajar melibatkan semua aspek kehidupan manusia yaitu fikiran, perasaan, bahasa tubuh, pengetahuan, sikap, keyakinan dan persepsi masa depan. Jadi QT memadukannya
2. Guru adalah faktor penting dalam lingkungan belajar dan kehidupan siswa, bukan sekedar pemberi ilmu. Peran guru sebagai: rekan belajar, model, pembimbing dan fasilitaror.
Jadi QT menjelaskannya.



QT menunjukkan kepada kita cara untuk menjadi guru yang baik. QT menguraikan cara-cara baru yang memudahkan proses belajar kita lewat pemaduan unsur seni dan pencapaian-pencapaian yang terarah. Apapun mata pelajaran yang kita ajarkan. Dengan menggunakan metodologi QT kita akan dapat menggabungkan keistimewaan-keistimewaan belajar menuju bentuk perencanaan pengajaran yang akan meningkatkan prestasi siswa.

2. Asas Utama
QT bersandar pada konsep ini “ bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Maksudnya bila kita membaca konsep di atas akan mengingatkan kita pada pentingnya memasuki dunia murid sebagai langkah pertama, karena tindakan ini akan memberi izin guru untuk memimpin , menuntun dan memudahkan perjalanan mereka menuju kesadaran dan ilmu pengetahuan yang luas. Dengan mengaitkan apa yang guru diajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, musik, seni, rekreasi atau akademis mereka. Setelah kaitan itu terbentuk, guru dapat membawa mereka ke dalam dunia guru dan memberi mereka pemahaman mengenai isi dunia itu. Di sinilah kosa kata baru, model, mental, rumus dan lain-lain diuraikan. Seraya menjelajahi kaitan dan interaksi, baik siswa maupun guru mendapatkan pemahaman baru dan “ dunia kita “ diperluas mencakup tidak hanya para siswa, tetapi juga guru. Akhirnya dengan pengertian yang lebih luas dan penguasaan lebih mendalam ini, siswa dapat membawa apa yang mereka pelajari ke dalam dunia mereka dan menerapkannya pada situasi baru.

3. Prinsip- Prinsip
QT memiliki lima prinsip/kebenaran tetap. Prinsip-prinsip tersebut adalah
1. segalanya berbicara
segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh anda. Dari kertas yang anda bagikan hingga rancangan pelajaran anda. Semuanya mengirim pesan tentang belajar.
2. segalanya bertujuan
semua yang terjadi dalam pengubahan anda mempunyai tujuan.
3. pengalaman sebelum pemberian nama
proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka pelajari, karena otak manusia berkembang yang akhirnya menggerakkan rasa ingin tahu
4. akui setiap usaha
belajar mengandung resiko. Pada saat siswa mengambil langkah ini, mereka patut mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka.
5. jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan
perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar.

LINGKUNGAN YANG MENDUKUNG
A. Tujuan
Di kelas, tujuan yang sama bagi seluruh siswa adalah mengembangkan kecakapan dalam mata pelajaran, menjadi pelajar yang lebih baik dan berinteraksi, serta mengembangkan keterampilan lain yang dianggap penting menurut anda.

B. Prinsip-prinsip
Prinsip-prinsip ini akan menuntun perilaku dan membantu tumbuhnya lingkungan yang saling mempercayai dan mendukung.
Dalam QT kami menggunakan satu set prinsip yang disebut 8 kunci keunggulan. Dalam 8 kunci keunggulan tersebut menyediakan cara yang bermanfaat untuk mendapatkan keselarasan dan kerjasama. Adapun 8 kunci keunggulan tersebut adalah :
1. integritas : bersikap jujur, tulus menyeluruh selaraskan nilai-nilai dengan perilaku kita.
2. kegagalan awal kesuksesan: pahamilah bahwa kegagalan hanyalah memberikan informasi yang anda butuhkan untuk sukses
3. bicaralah dengan niat baik: berbicaralah dengan pengertian positif dan bertanggungjawablah untuk berkomunikasi yang jujur dan lurus.
4. hidup saat ini : pusatkan perhatian anda pada saat sekarang ini dan manfaatkan waktu sebaik-baiknya.
5. komitmen: lakukan apa yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan anda
6. tanggung jawab : bertanggung jawablah atas tindakan anda
7. sikap luwes/fleksible: bersikaplah terbuka terhadap perubahan/ pendekatan baru, hal ini membantu anda dalam memperoleh hasil yang diinginkan
8. keseimbangan: jaga keselarasan pikiran tubuh jiwa anda.

Keyakinan akan kemampuan pelajar, belajar dan mengajar.
Keyakinan anda mempengaruhi tindakan dan perilaku anda jika anda membawakan positif, maka orang-orang disekitar anda akan terpengaruh. Bila di dalam kelas kemampuan anda untuk menjangkau siswa tetap sesuai dengan keyakinan dalam diri anda.

Kesepakatan, kebijakan, prosedur dan peraturan
1. kesepakatan: lebih informal dari pada peraturan, dan merupakan daftar cara sederhana dan konkret untuk melancarkan jalannya pelajaran
2. kebijakan: mendukung tujuan komunitas belajar anda
3. prosedur: memberitahu siswa apa yang diharapkan dan tindakan apa yang diambil
4. peraturan lebih ketat daripada kesepakatan/kebijakan. Melanggar peraturan harus menimbulkan konsekuensi yang jelas

HOW QT
Memadukan antara unsur-unsur berikut : lingkungan, suasana, landasan, rancangan, penyajian, fasilitas.

Maksudnya :
• jadikan lingkungan kelas penuh dengan keakraban antara guru dan murid
• buatlah suasana diri anda semangat; begitu pula murid-murid
• landasan proses belajar harus seimbang, murid harus punya niat/ minat
• adakan rancangan/rencana pembelajaran/kurikulum yang efektif dan efesien.
• Atur penyajian/penyampaian pelajaran dengan mudah dan mengasyikkan
• Guru mampu memfasilitasi untuk mengubah perilaku/bakat dan potensi murid.
Model
Model QT hampir sama dengan sebuah simfoni. Kita dapat membaginya menjadi 2 kategori :
a. Konteks adalah latar untuk pengalaman anda. Dalam seksi konteks, anda akan menemukan semua bagian yang anda butuhkan untuk mengubah :
1. Suasana yang memberdayakan
2. Landasan yang kukuh
3. Lingkungan yang mendukung
4. Rancangan yang dinamis

b. Isi, walaupun berbeda namun sama pentingnya dengan konteks. Dalam seksi ini , anda akan menemukan keterampilan penyampaian untuk kurikulum apapun disamping strategi yang dibutuhkan siswa untuk bertanggung jawab atau apa yang mereka pelajari
1. penyampaian yang prima
2. fasilitas yang luwes
3. keterampilan belajar untuk belajar
4. keterampilan hidup

Penerapan praktis dalam mengubah lingkungan kelas QT.
Siswa adalah tamu bagi guru yang diundang untuk acara penting yaitu belajar. Lingkungan kelas mempengaruhi kemampuan siswa untuk berfokus dan menyerap informasi, bila benda-benda di kelas tidak menarik pandang siswa, mungkin pesannya akan berbunyi “ belajar itu kuno, melelahkan dan usang “, akan tetapi bila lingkungan ditata untuk mendukung belajar, maka dapat berkata, “ belajar itu, hidup, penuh semangat,”/ datang dan jelajahilah”! segala sesuatu dalam lingkungan jelas menyampaikan pesan yang memacu/ menghambat belajar ( Dhority, 1991) ingatlah : segalanya berbicara, segalanya , selalu !
a. lingkungan sekeliling
Sebuah gambar lebih berarti dari pada seribu kata. Dan jika guru menggunakan alat peraga dalam situasi belajar, maka akan terjadi hal yang menakjubkan pada pembelajaran. Beberapa ide yang dapat dilakukan oleh guru ;
• poster ikon/simbol: yang dipajang pada setiap konsep utama yang diajarkan dan digambarkan di atas selembar kertas berukuran 25x40cm/lebih besar. Poster-poster ikon dipajang di depan kelas di atas pandangan mata, memberikan gambaran keseluruhan, tinjauan global dari bahan pelajaran yang membantu penciptaan, penyimpanan dan pencarian informasi secara visual. Pemajangan poster tersebut hingga pelajaran selesai lalu dipindahkan ke bagian dinding yang agar tempatnya dapat digunakan untuk poster-poster lain. Poster-poster yang sebelumnya tetap dipajang akan menjadi pengingat sadar ata u tidak sadar untuk informasi dari awal pelajaran hingga saat itu dan membantu siswa untuk mengingat isi pelajaran dengan mengakses memori visual siswa setiap kali melihat.
• Poster Afirmasi
Minta siswa untuk membuat poster motivasi afirmasi dengan pesan-pesan seperti “ aku mampu mempelajarinya” dan lain-lain. Poster-poster itu di tempatkan di dinding samping sehingga mata orang duduk. Poster-poster disekeliling ruangan “mengucapkan” afirmasi seperti dialog internal sehingga menguatkan keyakinan siswa tentang belajar dan tentang isi yang diajarkan.
• Gunakan Warna
Gunakan warna untuk memperkuat pengajaran dan belajar siswa karena otak berfikir dalam warna. Gunakan warna hijau, biru, ungu dan merah untuk kata-kata penting, jingga dan kuning untuk menggaris bawahi, serta hitam dan putih untuk kata-kata penghubung seperti dan, dari dan sebagainya.
b. Alat bantu
Alat bantu adalah benda yang dapat mewakili suatu benda. Alat bantu tidak hanya membantu pembelajaran visual tapi dapat pula membantu moralitas, kinestetik. Bagi siswa yang kinestetik dapat memegang alat bantu dan mendapatkan rasa yang lebih baik dari ide yang disampaikan oleh guru. Contohnya: boneka untuk mewakili tokoh dalam karya sastra.
c. Pengaturan bangku
Pengaturan bangku mempunyai peranan penting dalam konsentrasi belajar siswa. Pengaturan bangku dapat dilakukan secara fleksible dengan memposisikan berhadap-hadapan saat kerja kelompok atau menghadap ke depan untuk tetap fokus ke depan saat pemutaran video, presentasi siswa, ajaran guru dan lain-lain.
d. Tumbuhan, aroma, hewan peliharaan dan unsur-unsur organik lainnya.
• Tumbuhan
Biologi dan botani mengajarkan bahwa tumbuh-tumbuhan menyediakan oksigen dan otak berkembang karena oksigen. Semakin banyak oksigen yang didapat semakin baik otak berfungsi.
• Aroma
Manusia dapat meningkatkan kemampuan berfikir mereka secara kreatif sebanyak 30% saat diberikan wangi bunga tertentu ( Hirsch, 1993 ). Apa artinya bagi kelas? sedikit penyemprotan aroma berikut akan meningkatkan kewaspadaan mental: mint, kemangi, jeruk, resemary, lavender, dan mawar memberikan ketenangan dan relaksasi ( lavabre, 1990 )
• Hewan peliharaan
Hanya sedikit benda yang dapat mengeluarkan sifat penyayang dalam diri siswa dan memenangkan mereka seperti yang ditimbulkan hewan peliharaan, ditambah lagi orang mempunyai ikatan emosional yang kuat dengan binatang peliharaan mereka. Binatang peliharaan yang dapat menciptakan kesempatan untuk melatih tanya jawab, gizi dan kesehatan serta perawatan.

Perancangan Pengajaran yang Dinamis
A. Jembatani jurang antara guru – siswa dengan perancangan pelajaran
1. dari dunia mereka ke dunia kita
2. modalitas V – A – K
Visual “mengakses citra penglihatan “ cirinya:
a. teratur, memperlihatkan segala sesuatu
b. mengingat dengan sabar

Auditorial “mengakses segala jenis bunyi dan kata yang didengar. Cirinya ;
a. perhatian mudah terpecah
b. bicaranya berirama
c. gaya belajarnya dengan cara mendengarkan
d. berdialog secara internal dan eksternal
Kinestetik “ mengakses segala jenis gerak dan emosi. Cirinya ;
a. mengetahui orang dan berdiri berdekatan
b. gaya belajar praktek
c. menunjuk tulisan saat membaca
d. mengingat sambil belajar dan melihat
3. model kesuksesan dari pandang perancang
4. kecerdasan berganda


SLIM N BIL
• Spasial – visual berfikir dalam citra dan gambar
(melibatkan kemampuan memahami hubungan ruang dan citra mental)
• Linguistik – Verbal berfikir dalam kata-kata
(melibatkan kemampuan memahami dalam berbahasa untuk berbicara, menulis, membaca, menghubungkan dan menafsirkan).
• Interpersonal berfikir lewat berkomunikasi dengan orang lain
(mengacu pada keterampilan manusia dapat dengan mudah membaca, berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain).
• Musikal – Ritmik berfikir dalam irama dan melodi
• Naturalis berfikir dalam acuan alam
(dapat melihat hubungan dan pola dunia alamiah dan mengidentifikasi dan berinteraksi dengan proses alam)
• Badan – Kinestetik berfikir melalui sensasi dan gerakan fisik.
(merupakan kemampuan mengendalikan dan menggunakan badan fisik dengan mudah dan cekatan)
• Intrapersonal berfikir secara reflektif
(mengacu pada kesadaran reflektif mengenai perasaan dan proses pemikiran diri sendiri)
• Logis-Matematis berfkir dengan penalaran
(melibatkan pemaecahan masalah secara logis dan ilmiah dan kemampuan matematis)

QT ditulis untuk menjadikan sahabat yang siap membantu karena didalamnya memuat prinsip dan komunikasi ampuh yang diperkuat dengan pendekatan multi sensasi. Multi kecerdasan dan berdasarkan kerangka rancangan belajar QT yang dikenal sebagai TANDUR
a. Tumbuhkan – minat yang memuaskan AMBAK
b. Alami - ciptakan pengalaman umum yang dapat dimengerti
c. Namai – sediakan kata kunci, model, rumus, strategi
d. Demonstrasikan – berikan kesempatan – mereka tahu
e. Ulangi – tunjukkan cara mengulang materi
f. Rayakan – pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi

Kesuksesan Melaui Konteks
Suasana Yang Menggairahkan
1. Kekuatan – terpendam – niat
Keyakinan seseorang mengenai kemampuan dirinya sangat berpengaruh pada kemampaun itu sendiri ( albert bandura, 1988 )
• Guru memperhatikan emosi siswa dapat membantu menciptakan pembelajaran siswa
• Memahami kondisi emosi mereka dapat meembuat pembelajaran lebih berarti dan permanen
• Tanpa keterlibatan emosi, kegiatan saraf otak kurang dari yang dibutuhkan untuk merekatkan pelajaran dalam ingatan ( Goleman,1995)
• Ketika otak menerima ancaman / tekanan, kepastian saraf-saraf berfikir rasional mengecil. Otak dibajak secara emosional.
• Orang dapat berkonsentrasi paling baik saat mereka sedikit lebih dituntut dari biasanya dan mereka dapat memberikan lebih dari biasanya.
• Tuntutan sedikit – bosan
• Tuntutan besar – cemas
Flow terdapat di daerah genting antara kebosanan dan kecemasan

Kunci
• Libatkan emosi siswa
• Ciptakan kesenangan dalam belajar
• Singkirkan semua ancaman



2. Jalinan rasa simpati dan saling perhatian
• Guru harus membangun hubungan – rasa simpati dan saling perhatian
- membuka jalan masuk dunia baru mereka
- mengetahui minat
Badan kinestetik – berfikir melalui sensai dan gerakan fisik merupakan kemampuan untuk mengendalikan dan menggunakan badan fisik dengan mudah dan cekatan.
Interpersonal – berfikir secara reflektif – mengacu pada kesadaran reflektif mengenai perasaan dan proses pemikiran diri sendiri
Logis – matematik – berfikir dengan penalaran – melibatkan pemecahan masalah secara logis dan ilmiah dan kemampuan matematika.

3 Unsur Kunci yang Dapat Dijalinkan ke dalam Pelajaran:
A. Metafora – kebanyakan sistem konseptual normal secara metaforis yang konsep difahami sebagian dalam konsep lain
B. Perumpamaan
90% masukan indra untuk otak berasal dari sumber visual
C. sugesti

5 Keterampilan Merangsang Belajar:

1. Konsentrasi terfokus
2. Cara mencatat
3. Organisasi dan persiapan tes
4. Membaca cepat
5. Teknik mengingat
Keadaan prima untuk belajar – cepat belajar – SLANT
SLANT ( pandangan ) – teori Dr. Ed. Ellis.
- Sit up in the chair ( duduk tegak di kursi mereka )
- Learn forward ( condong ke depan )
- Ask question ( bertanya )
- Nod their heads ( mengangguk kepala )
- talk to their teacher ( berbicara dengan guru )


WHY QT
Because ;
• Belajar melibatkan semua aspek kehidupan manusia yaitu fikiran, perasaan, bahasa tubuh, pengetahuan, sikap, keyakinan dan persepsi masa depan. Jadi QT memadukannya
• Guru adalah faktor penting dalam lingkungan belajar dan kehidupan siswa, bukan sekedar pemberi ilmu. Peran guru sebagai: rekan belajar, model, pembimbing dan fasilitaror.
Jadi QT menjelaskannya.

Rabu, 27 April 2011

Analisis Kebijakan dan Problematika Pendidikan

Dalam rangka pencerahan lembaga pendidikan Islam, terutama Madrasah, perlu rasanya kita menggali dan mengidentifikasi pandangan-pandangan yang hidup dimasyarakat terhadap eksistensi Madrasah selama ini. Dalam upaya menuju ke arah sana, perlu kiranya diungkap hal-hal berikut:
Harapan masyarakat terhadap keberadaan madrasah di masa mendatang.
Jika menilik pada akar sejarah perkembangan lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang pada mulanya merupakan inisiatif dari masyarakat, yang hanya berupa kajian dari surau-ke surau, kemudian berevolusi menjadi pondok pesantren. Namun, disebabkan adanya ketidakpuasan terhadap sistem pesantren yang semata-mata menitik beratkan pada agama dan pada saat yang sama sistem sekolah ketika itu tidak menghiraukan pendidikan agama lahirlah ide pendirian madrasah dengan tujuan memberlakukan secara seimbang antara ilmu agama dan ilmu umum dalam kegiatan pendidikan dikalangan umat Islam.
Melihat proses tumbuhnya lembaga pendidikan Islam yang bernama Madrasah ini, tentu saja besar harapan yang diletakan dipundak madrasah untuk memenuhi harapan dari tujuan didirikannya madrasah. Masyarakat berharap madrasah mampu menghasilkan lulusan-lulusan yang bukan hanya mampu dalam bidang keagamaan tetapi juga tidak gagap dengan perkembangan dunia, tidak hanya berorientasi pada akhirat atau dunia saja, tetapi bisa menggapai keduanya. Untuk lebih jelasnya, harapan-harapan masyarakat terhadap keberadaan madrasah di masa mendatang di lihat dari berbagai sudut pandang akan penulis petakan sebagai berikut:
Dari sisi teologis. Pada masa sekarang ini, nilai-nilai agama dan moralitas mendapat tantangan yang sangat besar dari arus globalisasi yang telah hampir menyentuh segala sendi kehidupan. Untuk meminimalisir pengaruh globalisasi tersebut, mau tidak mau anak harus dibentengi semenjak dini dengan moralitas dan agama. Dalam hal ini, madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan yang berbasis keagamaan diharapkan mampu melakukan tugas tersebut (memberikan pendidikan yang menekankan pada pendidikan keagamaan dan moral)
Dari sisi sosiologis. Bahwa sistem pendidikan sekolah merupakan cerminan keadaan masyarakat, sebab itu masyarakat yang berlapis-lapis memantul dalam kenyataan pendidikan sekolah sebagai suatu sistem. Oleh sebab itu, madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan yang ada diharapkan mampu memenuhi peran-peran sosiologis dalam masyarakat; peran alokasi posisionil berupa kedudukan dan peran penting dalam kehidupan sosial; memungkinkan terjadinya mobilitas sosial; peran mengukuhkan status sosial; dan peran untuk meningkatkan prestise seseorang di masyarakat.
Dari sisi fisiologis. Masyarakat menginginkan madrsah dilihat dari segi fisik, baik letak dan kondisi geografis, bangunan fisik, lngkungan pendidikan, sarana dan prasaranan maupun fasilitas pendidikan dan sebagainya, berada dalam kondisi yang maksimal. Hal ini dikarenakan sebagan besar masyarakat beranggapan bahwa gedung yang bagus, fasilitas yang memadai, lingkungan yang kondusif menunjukkan bahwa lembaga pendidikan tersebut dijalankan secara professional.
Dari sisi akademis. Masyarakat juga berharap madrasah mampu bersaing dari sisi akademis dengan lembaga pendidikan lainnya, karena dengan adanya prestasi akademis yang diraih menunjukkan bahwa lembaga pendidikan tersebut dikelola secara professional. Dengan kata lain masyarakat mengharapkan madrasah menjadi lembaga pendidikan yang unggul dengan kualitas yang patut untuk dibanggakan.
Dari sisi ekonomis. Selain berbagai harapan di atas, masyarakat juga berharap dari sisi ekonomis pembiayaan yang harus dikeluarkan untuk memasukan anak ke madrasah bisa dijangkau oleh semua lapisan. Dengan kata lain, dengan segala prestasi yang dimiliki oleh madrasah yang di pandang unggul namun tidak berarti bahwa madrasah tersebut lantas, dari segi biaya, hanya bisa dijangkau oleh kalangan-kalangan tertentu. Masyarakat masih berharap adanya lembaga pendidikan yang berkualitas tapi tetap murah atau terjangkau.

Kritik masyarakat terhadap madrasah
Secara institusional dengan terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, yakni Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, serta Menteri Dalam Negeri pada tahun 1975keberadaan madrasah telah mendapat pengakuan secara resmi dari pemerintah di mana kedudukannya sama atau sejajar dengan lembaga pendidikan formal lainnya, siswa lulusan madrasah dapat memasuki jenjang sekolah umum yang lebih tinggi, atau pindak ke sekolah formal lain dan begitu juga sebaliknya. Dan dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989 ditegaskan bahwa madrasah adalah sekolah umum berciri khas agama Islam, dan kurikulumnya adalah kurikulum keluaran Depdikbud ditambah kurikulum agama yang dikeluarkan Depag. Bahkan dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003, kedudukan madrasah benar-benar setara dan sejajar dengan sekolah formal lainnya.
Meski demikian, madrasah oleh sebagian masyarakat masih dipandang sebagai lembaga pendidikan “kelas dua”. Akibatnya, meskipun secara yuridis keberadaan madrasah diakui sejajar dengan sekolah formal lain, madrasah umumnya hanya diminati oleh siswa-siswa yang kemampuan inteligensi dan ekonominya pas-pasan, sehingga usaha yang dilakukan madrasah selalu mengalami hambatan. Dengan kondisi yang demikian tidaklah mengherankan jika madrasah sering mendapat kritikan dari berbagai kalangan, baik akademisi maupun masyarakat awam, kritikan-kritikan tersebut dapat penulis paparkan sebagai berikut:
Madrasah masih mengutamakan kuantitas dari pada kualitas. Hal ini bisa kita lihat dari sangat longgarnya seleksi yang dilakukan oleh madrasah saat penerimaan siswa baru. Ketidakberanian madrasah ini melakukan seleksi yang ketat pada satu sisi memang merupakan hal yang wajar, karena keberlangsungan perjalanan madrasah atau hidup matinya madrasah yang note bene 90% adalah swasta sangat tergantung pada pembayaran uang sekolah dari para siswa, sedangkan bantuan pemerintah masih sangat minim.
Lulusan madrasah masih diragukan kualitasnya. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa para siswa lulusan madrasah masih “keteteran” ketika harus bersaing dengan lulusan yang berasal dari sekolah umum di Perguruan Tinggi Umum, sedangkan di Perguruan Tinggi Agama Islam masih banyak lulusan madrasah yang belum bisa mengaji dengan baik dan benar begitu juga dengan kemampuan menulis arabnya. Ini menunjukkan bahwa madrasah merupakan sekolah yang kepalang tanggung dengan bidang studi/ pelajaran yang sangat padat. Padahal, kehadiran madrasah dalam sistem pendidikan nasional sangat penting. Sebab melalui sistem pendidikan madrasah diharapkan dapat diletakkan dasar-dasar model pemikiran Islami yang kelak diperguruan tinggi dapat dikembangkan. Apalagi jika kita melihat latar belakang siswa yang masuk madrasah kebanyakan adalah siswa-siswa “pelarian” –untuk tidak mengatakan bodoh- yang gagal diterima disekolah-sekolah umum, dengan kata lain bahwa madrasah hanya dijadikan sebagai sekolah cadangan yang hanya dimasuki jika keadaan memaksa.
Madrasah masih sangat lemah dalam sistem kemanajerialannya. Selama ini pengelolaan madrasah masih berkesan apa adanya dengan manajemen yang masih sangat tradisional. Lemahnya sistem manajerial ini mengakibatkan perkembangan madrasah menjadi sangat lamban bahkan statis –untuk tidak mengatakan ketinggalan-. Kebanyakan para pengelola madrasah hanya berpikir “yang penting ada yang mendaftar”, “yang penting ada guru yang mengajar”, dan masih banyak lagi “yang penting-yang penting” lainnya tapi tidak mengarah pada peningkatan kualitas.
Kualitas tenaga pengajarnya sangat rendah. Karena sistem manajerialnya yang lemah berakibat pada rekrutmen guru pun juga berkesan sembarangan. Masih banyak kita temukan guru-guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang yang mereka miliki (mismatch), dan sebagian tenaga pengajar madrasah mengajar tidak dengan sepenuh hati, rasa tanggung jawab dan kreatifitas yang rendah, dan mengajar dengan metodologi apa adanya. Hal ini ditambah lagi dengan gaji yang sangat minimum sehingga semangat mengajarpun hanya “disesuaikan” dengan gaji yang diterima. Mereka menjadi tenaga pengajar hanya sebagai pelarian untuk tidak dikatakan sebagai pengangguran walaupun mungkin ada sebagian kecil yang ikhlas mengabdikan dirinya untuk pendidikan.
Sarana dan prasarana yang tidak memadai. Hanya sebagian kecil madrasah yang memiliki sarana yang memadai, itupun terbatas pada beberapa madrasah yang berpredikat unggulan atau milik pemerintah (negeri), sedangkan sisanya adalah madrasah yang hanya punya ruang belajar yang sederhana dengan kantor yang kecil dan sempit.

Alternatif perbaikan bagi pengelola madrasah
Untuk membawa madrasah kearah yang lebih baik sehingga mampu berdiri sejajar dengan lembaga pendidikan lainnya, maka perlu diusahakan untuk memperbaiki sistem yang selama ini diterapkan oleh madrasah, karena sistem yang ada akan menghasilkan hasil yang ada, untuk mendapatkan atau menghasilkan hasil yang berbeda maka sistem harus di ubah. Dengan kata lain jika selama ini apa yang telah diterapkan oleh madrasah ternyata membawa hasil yang tidak memuaskan, maka sistem tersebut tidak seharusnya dipertahankan, paling tidak perlu dimodifikasi atau ditingkatkan.
Berdasarkan pengamatan penulis, munculnya berbagai kritikan terhadap madrasah selama ini akibat utamanya adalah persoalan dana yang membelit madrasah, keterbatasan dana yang dimiliki madrasah membuatnya kesulitan untuk melakukan terobosan-terobosan yang membangun segala rencana seakan tidak ada gunanya ketika ingin dukungan dana tidak memadai (persoalan ini akan penulis kupas lebih dalam pada poin d). Namun sebelum membahas tentang permasalahan ini penulis terlebih dahulu akan membahas tentang solusi-solusi alternatif, terkait dengan kritikan masyarakat selama ini, untuk perbaikan madrasah di masa mendatang.
Orientasi kuantitas harus diubah ke kualitas. Dalam hal ini, madrasah harus berani menerapkan seleksi yang lebih ketat di saat penerimaan siswa baru. Walaupun pada awalnya hal ini akan berakibat pada berkurangnya jumlah siswa yang diterima karena tidak sesuai dengan criteria yang ditentukan, namun pada akhirnya, jika madrasah berhasil mendidik yang sedikit tersebut dengan maksimal sehingga mencetak hasil yang maksimal, maka yang sedikit tersebut akan menjadi iklan yang berjalan yang lebih efektif dari spanduk yang dipampang. Hal seperti ini sepengetahuan penulis pernah dipraktekkan oleh sebuah lembaga pendidikan yang komitmen dengan tujuan yang ingin dicapai, pada awal-awal perkembangannya memang hanya segelintir orang yang mendaftar, akan tetapi dengan kualitas maksimal yang dihasilkan, sehingga saat ini lembaga pendidikan tersebut selalu kewalahan disaat penerimaan siswa baru yang begitu membludak.
Peningkatan kualitas lulusan. Diragukannya kualitas lulusan madrasah diakibatkan tidak maksimalnya pembinaan yang dilakukan. Tidak maksimalnya hasil karena guru yang tidak berkualitas. Guru yang tidak berkualitas diakibatkan rekrutmen yang salah, dam sebagainya. Jika kesalahan-kesalahan ini kita runtutkan maka akan menjadi sebuah “lingkaran setan” yang susah dicari ujung pangkalnya. Bagi penulis tidak terlalu penting untuk merunut siapa yang bersalah, yang penting dilakukan sekarang adalah menemukan jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah. Sebagai langkah awal menurut penulis terkait dengan input dari madrasah itu sendiri, jika inputnya baik atau paling tidak standar, maka pendidikan pun akan lebih mudah untuk dilakukan. Jika inputnya sdah bagus langkah selanjutnya adalah merancang program kegiatan-kegiatan yang meningkatkan kemampuan serta memacu kreatifitas siswa. Selain upaya alternatif tersebut, penulis mempunyai alternatif lain yaitu dengan mengasramakan siswa-siswa madrasah sebagaimana model pondok pesantren, yang membedakannya dalam pondok pesantren, ilmu-ilmu pendidikan umum biasakan sedikit terlupakan tapi dalam model lembaga pendidikan ini, pendidikan umum diajarkan secara regular pada siang hari sebagaimana sekolah umum lainnya, sedangkan pelajaran agama dan/atau nilai-nilai agama bisa diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari yang bersifat aplikatif, tanpa melupakan aspek afektif dan kognitif, dengan kata lain pengajaran agama diberikan pada jam di luar jam pelajaran regular, baik berupa kultum, ceramah, maupun pengajian yang dilakukan secara rutin. Kegiatan-kegiatan tersebut ada yang bersifat harian dan ada pula yang mingguan. Dengan demikian, dalam pandangan penulis, lulusan yang dihasilkan akan lebih mampu bersaing dengan lulusan sekolah umum ketika memasuki Perguruan Tinggi Umum, dan juga tidak mengecewakan kemampuannya ketika meneruskan ke Perguruan Tinggi Agama Islam.
Peningkatan kemampuan manajerial pengelola madrasah. Kemampuan manajerial pengelola madrasah menurut pandangan penulis merupakan hati bagi madrasah itu sendiri, jika pengelolanya baik maka madrasah tersebut akan maju secara keseluruhan dan jika pengelolanya buruk, maka semuanya pun akan kena imbasnya. Karena itulah peningkatan kemampuan manajerial ini sangat ugen untuk dilakukan. Peningkatan tersebut bisa dilakukan dengan mengikuti workshop-workshop serta pelatihan-pelatihan dan/atau penataran-penataran, baik yang diselenggarakan pemerintah ataupun yang non pemerintah. Atau merekrut salah seorang tenaga ahli kemanajerialan yang akan membantu pengelola dalam mengembangkan madrasah.
Peningkatan kemampuan tenaga pengajar. Tenaga pengajar merupakan ujung tombak yang sangat menentukan kualitas dari lulusan yang dihasilkan, karena itulah seharusnya saat rekrutmen guru, para pengelola sekolah harus benar-benar selektif terhadap kemampuan tenaga pengajar yang dipilih. Tidak sekedar asal “comot” yang mau mengajar dengan gaji yang minim, tanpa memperdulikan keseuaian latar belakang pengajar dengan mata pelajaran yang akan diajarkan. Namun jika hal itu sudah terlanjur, maka yangseharusnya dilakukan pihak pengelola adalah meningkatkan tenaga pengajar yang ada sehingga memenuhi kualifikasi tenaa pengajar yang memadai. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan, penataran atau workshop yang dapat mendukung terjadinya peniongkatan tersebut. Dan jika memungkinkan, maka bisa diberikan kesempatan yang lebih luas kepada para pengajar untuk meningkatkan kemampuannya dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Peningkatan sarana dan prasarana yang ada. Madrasah setidaknya mempunyai sarana dan prasarana yang memadai sebagai wadah bagi peserta didik meningkatkan kemampuannya secara maksimal. Setidaknya madrasah memiliki perpustakaan dan laboratorium yang merupakan organ vital dalam sebuah lembaga pendidikan. Tanpa dukungan sarana dan prasarana yang memadai ibarat berperang tanpa senjata. Bisa bertempur namun kemungkinan kalahnya sangat besar. Karena itu setidaknya para pengelola menyediakan komponen-komponen penting sebagai unsure pendukung tercapainya tujuan.

Langkah-langkah operasional
Berkaitan dengan alternatif perbaikan yang penulis tawarkan diatas, agar apa yang direncanakan bisa diwujudkan maka pengelola madrasah kiranya perlu menentukan beberapa langkah operasional yang menurut penulis di antaranya adalah sebagai berikut:
1) Sebagaimana penulis ungkapkan sebelumnya, bahwa munculnya persoalan-persoalan di madrasah pada intinya adalah disebabkan kurangnya financial yang dimiliki, walaupun itu bukan satu-satunya sebab, tetapi dengan adanya dukungan financial yang memadai madrasah akan lebih leluasa merancang kegiatan-kegiatan yang bisa memacu perkembangan sebuah madrasah, seperti mengadakan workshop, pelatihan, peningkatan sarana dan prasarana dan sebagainya. Untuk merealisasikan hal tersebut, para pengelola sebaiknya melakukan rapat dengan komite sekolah untuk menyamakan visi dan persepsi, serta menentukan tujuan yang ingin dicapai beserta hal-hal yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan kata lain sekolah berusaha memberdayakan (bukan memperdayakan) masyarakat dengan mengkomunikasikan secara bijak agar apa yang diinginkan sekolah dan apa yang diinginkan masyarakat bisa tercapai. Selain itu, para pengelola juga harus aktif mencari donator-donatur yang konsen terhadap pendidikan, serta mencari bantuan kepada pemerintah secara professional (dengan tujuan yang terperinci dan konsep yang jelas).
2) Menjalin kerjasama dengan pihak-pihak yang terkait dengan pengembangan lembaga pendidikan seperti LSM-LSM yang konsen dengan pendidikan, universitas-universitas (untuk melakukan konsultasi dan meminta sumbang saran)
3) Melakukan studi banding ke sekolah-sekolah yang lebih maju
4) Mengikutsertakan tenaga pengajar setiap ada seminar kependidikan.
5) Dan sebagainya.
2. Trend pengelolaan lembaga pendidikan Islam saat ini ternyata tidak anya berorientasi pada dakwah semata, tetapi juga mengarah ke pendidikan sebagai lembaga bisnis, sehingga akan mempunyai implikasi-implikasi tertentu yang perlu dicermati oleh para pengelola lembaga pendidikan Islam. Jika saya adalah seorang penmgelola lembaga pendidikan Islam akan ada beberapa alternatif yang akan saya kembangkan untuk mengantisipasi hal tersebut:
Pertama, saya akan kombinasikan keduanya, yaitu antara dakwah dan bisnis. Selama ini berkembang image bahwa lembaga pendidikan unggulan hanya untuk orang-orang kaya, hal ini ditunjukkan dengan tingginya biaya pendidikan yang harus ditanggung masyarakat yang menyekolahkan anak ditempat tersebut dan biasanya untuk ukuran bayaran tersebut hanya dapat dipenuhi oleh masyarakat kelas menengah ke atas. Sedangkan kelas menengah ke bawah terpaksa sekolah di sekolah-sekolah pinggiran. Agar kombinasi ini bisa berjalan maka saya akan “mengalokasikan” bantuan beasiswa bagi anak kelas bawah yang berprestasi dengan diberikan kebebasan dari segala biaya administrasi madrasah, dengan rasio perbandingan kurang-kurangnya dua setengah persen dari seluruh pendaftar yang ada dan jika memungkinkan prosentase tersebut bisa ditambah bahkan sampai sepuluh persen, sebagai contoh jika pendaftar mencapai seratus anak maka setidaknya 3-10 orang anak yang tidak mampu diberi kebebasan dari segala biaya administrasi dan jika memungkinkan dibantu sampai ke perlengkapan sekolahnya.
Kedua, tetap pada konsep dakwah dengan mengenyampingkan bisnis. Tapi hal ini bukanlah hal yang mudah, karena agar sebuah madrasah bisa berjalan dengan semestinya tentulah memerlukan biaya operasional yang tidak sedikit. Karena itu para peserta didik tetap dipungut pembayaran dengan berusaha ditekan seminimal mungkin sehingga biaya pendidikan bisa dicapai semua kalangan. Untuk menutupi kekurangannya saya akan berusaha mencari alternatif lain yang bisa menambah pemasukan bagi madrasah dengan tidak membebani peserta didik. Untuk hal ini ada beberapa alternatif yang bisa saya lakukan tergantung situasi dan kondisi yang ada. Alternatif pertama saya akan berusaha membuka usaha-usaha mandiri yang akan dikelola oleh koperasi madrasah, keuntungan dari usaha tersebut akan digunakan untuk membantu biaya operasional madrasah. Alternatif kedua, saya akan membuat konsep atau rancangan yang lengkap dan terperinci tentang arah pengembangan madrasah yang saya kelola dan akan saya ajukan kepada pemerintah setempat agar mengucurkan bantuan sehingga rancangan tersebut bisa diaplikasikan. Alternatif ketiga, saya akan mencari donator-donatur atau para dermawan yang dipandang mampu dan mempunyai kepedulian yang besar terhadap pendidikan. Alternatif keempat, saya akan berusaha memaksimalkan peranan komite sekolah agar bersedia bersama-sama berjuang memajukan lembaga pendidikan atau madrasah yang saya kelola.

Sabtu, 08 Januari 2011

PENDIDIKAN BERBASIS KARAKTER

Berbagai fenomena sosial yang muncul akhir-akhir ini cukup mengkhawatirkan. Fenomena kekerasan dalam menyelesaikan masalah menjadi hal yang umum. Pemaksaan kebijakan terjadi hampir pada setiap level institusi. Manipulasi informasi menjadi hal yang lumrah. Penekanan dan pemaksaan kehendak satu kelompok terhadap kelompok lain dianggap biasa. Hukum begitu jeli pada kesalahan, tetapi buta pada keadilan.
Sepertinya karakter masyarakat Indonesia yang santun dalam berperilaku, musyawarah mufakat dalam menyelesaikan masalah, local wisdom yang kaya dengan pluralitas, toleransi dan gotong royong, telah berubah wujud menjadi hegemoni kelompok-kelompok baru yang saling mengalahkan. Apakah pendidikan telah kehilangan sebagian fungsi utamanya? Berkaca pada kondisi ini, sudah sepantasnya jika kita bertanya secara kritis, inikah hasil dari proses pendidikan yang seharusnya menjadi alat transformasi nilai-nilai luhur peradaban? Jangan-jangan pendidikan telah teredusir menjadi alat yang secara mekanik hanya menciptakan anak didik yang pintar menguasai bahan ajar untuk sekedar lulus ujian nasional. Kalau betul begitu, pendidikan sedang memperlihatkan sisi gelapnya.
Padahal, pendidikan merupakan proses yang paling bertanggung jawab dalam melahirkan warga negara Indonesia yang memiliki karakter kuat sebagai modal dalam membangun peradaban tinggi dan unggul. Karakter bangsa yang kuat merupakan produk dari pendidikan yang bagus dan mengembangkan karakter. Ketika mayoritas karakter masyarakat kuat, positif, tangguh peradaban yang tinggi dapat dibangun dengan baik dan sukses. Sebaliknya, jika mayoritas karakter masyarakat negatif, karakter negatif dan lemah mengakibatkan peradaban yang dibangun pun menjadi lemah sebab peradaban tersebut dibangun dalam fondasi yang amat lemah.
Karakter bangsa adalah modal dasar membangun peradaban tingkat tinggi, masyarakat yang memiliki sifat jujur, mandiri, bekerja-sama, patuh pada peraturan, bisa dipercaya, tangguh dan memiliki etos kerja tinggi akan menghasilkan sistem kehidupan sosial yang teratur dan baik. Ketidakteraturan sosial menghasilkan berbagai bentuk tindak kriminal, kekerasan, terorisme dan lain-lain.
Oleh karena itu, pendidikan harus terus didorong untuk mengembangkan karakter bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kuat sehingga pada gilirannya bangsa Indonesia akan mampu membangun peradaban yang lebih maju dan modern. Menurut M Dawam Raharjo, peradaban modern dibangun dalam empat pilar utama, yakni induk budaya (mother culture) agama yang kuat, sistem pendidikan yang maju, sistem ekonomi yang berkeadilan serta majunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang humanis. Sebenarnya keempat pilar tersebut sudah dimiliki Indonesia, tinggal bagaimana keempat hal tersebut berjalan secara fungsional melalui pendidikan.

Mengembangkan karakter
Salah satu poin penting dari tugas pendidikan adalah membangun karakter (character building) anak didik. Karakter merupakan standar-standar batin yang terimplementasi dalam berbagai bentuk kualitas diri. Karakter diri dilandasi nilai-nilai serta cara berpikir berdasarkan nilai-nilai tersebut dan terwujud di dalam perilaku. Bentuk-bentuk karakter yang dikembangkan telah dirumuskan secara berbeda.
Indonesia Heritage Foundation merumuskan beberapa bentuk karakter yang harus ada dalam setiap individu bangsa Indonesia di antaranya; cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya, tanggung jawab, disiplin dan mandiri, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, dan toleransi, cinta damai dan persatuan.
Sementara itu, character counts di Amerika mengidentifikasikan bahwa karakter-karakter yang menjadi pilar adalah; dapat dipercaya (trustworthiness), rasa hormat dan perhatian (respect), tanggung jawab (responsibility), jujur (fairness), peduli (caring), kewarganegaraan (citizenship), ketulusan (honesty), berani (courage), tekun (diligence) dan integritas.
Pada intinya bentuk karakter apa pun yang dirumuskan tetap harus berlandaskan pada nilai-nilai universal. Oleh karena itu, pendidikan yang mengembangkan karakter adalah bentuk pendidikan yang bisa membantu mengembangkan sikap etika, moral dan tanggung jawab, memberikan kasih sayang kepada anak didik dengan menunjukkan dan mengajarkan karakter yang bagus. Hal itu merupakan usaha intensional dan proaktif dari sekolah, masyarakat dan negara untuk mengisi pola pikir dasar anak didik, yaitu nilai-nilai etika seperti menghargai diri sendiri dan orang lain, sikap bertanggung jawab, integritas, dan disiplin diri. Hal itu memberikan solusi jangka panjang yang mengarah pada isu-isu moral, etika dan akademis yang merupakan concern dan sekaligus kekhawatiran yang terus meningkat di dalam masyarakat.
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan tersebut seharusnya menjadi dasar dari kurikulum sekolah yang bertujuan mengembangkan secara berkesinambungan dan sistematis karakter siswa. Kurikulum yang menekankan pada penyatuan pengembangan kognitif dengan pengembangan karakter melalui pengambilan perspektif, pertimbangan moral, pembuatan keputusan yang matang, dan pengetahuan diri tentang moral.
Di samping nilai tersebut diintegrasikan dalam kurikulum, juga yang tidak kalah penting adalah adanya role model yang baik dalam masyarakat untuk memberikan contoh dan mendorong sifat baik tertentu atau ciri-ciri karakter yang diinginkan, seperti kejujuran, kesopanan, keberanian, ketekunan, kesetiaan, pengendalian diri, simpati, toleransi, keadilan, menghormati harga diri individu, tanggung jawab untuk kebaikan umum dan lain-lain.
Lebih spesifiknya, menurut Dr Thomas Lickona, pendidikan yang mengambangkan karakter adalah upaya yang dilakukan pendidikan untuk membantu anak didik supaya mengerti, memedulikan, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika. Anak didik bisa menilai mana yang benar, sangat memedulikan tentang yang benar, dan melakukan apa yang mereka yakini sebagai yang benar--walaupun ada tekanan dari luar dan godaan dari dalam.

Peranan lingkungan
Sementara itu, upaya pendidikan yang dilakukan di sekolah oleh para guru seperti membuat 'istana pasir di tepi pantai'. Sekolah dengan sekuat tenaga membangun istana yang cantik, tetapi begitu anak keluar dari lingkungan sekolah, ombak besar meluluhlantakkan istana yang telah dibangun di sekolah. Oleh karena itu, perlu pendekatan yang komprehensif dari sekolah, keluarga, dan masyarakat dalam mengembangkan karakter anak didik yang kuat, baik, dan positif secara konsisten.
Lingkungan masyarakat, para pemimpin, pembuat kebijakan, pemegang otoritas di masyarakat, orang tua harus menjadi role model yang baik dalam menanamkan karakter yang baik kepada anaknya. Berbagai prilaku ambigu dan inkonsistensi yang diperlihatkan dalam masyarakat akan memberi kontribusi yang buruk yang secara signifikan dapat melemahkan karakter siswa.
Banyak kebijakan dalam pendidikan yang justru kontraproduktif terhadap pengembangan karakter siswa. Sebut saja misalnya kebijakan ujian nasional (UN) yang dipercaya dapat menggenjot motivasi siswa untuk belajar supaya lulus UN. Kebijakan tersebut justru mengarah pada praksis pendidikan yang melahirkan peraturan dan sistem yang berbasis pada model reward and punishment. Model seperti itu hanya akan menghasilkan perubahan tingkah laku yang bersifat sementara dan terbatas, tapi hanya sedikit bahkan tidak memberikan pengaruh pada pembentukan karakter anak untuk jangka panjang.
Bahkan kalau kita amati pada tataran pelaksanaan UN di lapangan, begitu banyak praktik penyelewengan dan kecurangan yang bertentangan dengan prinsip pendidikan itu sendiri. Hal itu justru yang akan merusak karakter anak didik yang sudah sekian lama diusahakan dibangun dalam lingkungan sekolah. Hilangnya nilai-nilai kejujuran, integritas, dapat dipercaya adalah harga yang harus dibayar dalam praksis pendidikan yang menegasikan karakter positif anak didik.
Saya sepakat dengan character education quality standards yang merekomendasikan bahwa pendidikan akan secara efektif mengembangkan karakter anak didik ketika nilai-nilai dasar etika dijadikan sebagai basis pendidikan, menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif dalam membangun dan mengembangkan karakter anak didik serta menciptakan komunitas yang peduli, baik di keluarga, sekolah maupun masyarakat sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan yang mengembangkan karakter dan setia dan konsisten kepada nilai dasar yang diusung bersama-sama