Rabu, 27 April 2011

Analisis Kebijakan dan Problematika Pendidikan

Dalam rangka pencerahan lembaga pendidikan Islam, terutama Madrasah, perlu rasanya kita menggali dan mengidentifikasi pandangan-pandangan yang hidup dimasyarakat terhadap eksistensi Madrasah selama ini. Dalam upaya menuju ke arah sana, perlu kiranya diungkap hal-hal berikut:
Harapan masyarakat terhadap keberadaan madrasah di masa mendatang.
Jika menilik pada akar sejarah perkembangan lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang pada mulanya merupakan inisiatif dari masyarakat, yang hanya berupa kajian dari surau-ke surau, kemudian berevolusi menjadi pondok pesantren. Namun, disebabkan adanya ketidakpuasan terhadap sistem pesantren yang semata-mata menitik beratkan pada agama dan pada saat yang sama sistem sekolah ketika itu tidak menghiraukan pendidikan agama lahirlah ide pendirian madrasah dengan tujuan memberlakukan secara seimbang antara ilmu agama dan ilmu umum dalam kegiatan pendidikan dikalangan umat Islam.
Melihat proses tumbuhnya lembaga pendidikan Islam yang bernama Madrasah ini, tentu saja besar harapan yang diletakan dipundak madrasah untuk memenuhi harapan dari tujuan didirikannya madrasah. Masyarakat berharap madrasah mampu menghasilkan lulusan-lulusan yang bukan hanya mampu dalam bidang keagamaan tetapi juga tidak gagap dengan perkembangan dunia, tidak hanya berorientasi pada akhirat atau dunia saja, tetapi bisa menggapai keduanya. Untuk lebih jelasnya, harapan-harapan masyarakat terhadap keberadaan madrasah di masa mendatang di lihat dari berbagai sudut pandang akan penulis petakan sebagai berikut:
Dari sisi teologis. Pada masa sekarang ini, nilai-nilai agama dan moralitas mendapat tantangan yang sangat besar dari arus globalisasi yang telah hampir menyentuh segala sendi kehidupan. Untuk meminimalisir pengaruh globalisasi tersebut, mau tidak mau anak harus dibentengi semenjak dini dengan moralitas dan agama. Dalam hal ini, madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan yang berbasis keagamaan diharapkan mampu melakukan tugas tersebut (memberikan pendidikan yang menekankan pada pendidikan keagamaan dan moral)
Dari sisi sosiologis. Bahwa sistem pendidikan sekolah merupakan cerminan keadaan masyarakat, sebab itu masyarakat yang berlapis-lapis memantul dalam kenyataan pendidikan sekolah sebagai suatu sistem. Oleh sebab itu, madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan yang ada diharapkan mampu memenuhi peran-peran sosiologis dalam masyarakat; peran alokasi posisionil berupa kedudukan dan peran penting dalam kehidupan sosial; memungkinkan terjadinya mobilitas sosial; peran mengukuhkan status sosial; dan peran untuk meningkatkan prestise seseorang di masyarakat.
Dari sisi fisiologis. Masyarakat menginginkan madrsah dilihat dari segi fisik, baik letak dan kondisi geografis, bangunan fisik, lngkungan pendidikan, sarana dan prasaranan maupun fasilitas pendidikan dan sebagainya, berada dalam kondisi yang maksimal. Hal ini dikarenakan sebagan besar masyarakat beranggapan bahwa gedung yang bagus, fasilitas yang memadai, lingkungan yang kondusif menunjukkan bahwa lembaga pendidikan tersebut dijalankan secara professional.
Dari sisi akademis. Masyarakat juga berharap madrasah mampu bersaing dari sisi akademis dengan lembaga pendidikan lainnya, karena dengan adanya prestasi akademis yang diraih menunjukkan bahwa lembaga pendidikan tersebut dikelola secara professional. Dengan kata lain masyarakat mengharapkan madrasah menjadi lembaga pendidikan yang unggul dengan kualitas yang patut untuk dibanggakan.
Dari sisi ekonomis. Selain berbagai harapan di atas, masyarakat juga berharap dari sisi ekonomis pembiayaan yang harus dikeluarkan untuk memasukan anak ke madrasah bisa dijangkau oleh semua lapisan. Dengan kata lain, dengan segala prestasi yang dimiliki oleh madrasah yang di pandang unggul namun tidak berarti bahwa madrasah tersebut lantas, dari segi biaya, hanya bisa dijangkau oleh kalangan-kalangan tertentu. Masyarakat masih berharap adanya lembaga pendidikan yang berkualitas tapi tetap murah atau terjangkau.

Kritik masyarakat terhadap madrasah
Secara institusional dengan terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, yakni Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, serta Menteri Dalam Negeri pada tahun 1975keberadaan madrasah telah mendapat pengakuan secara resmi dari pemerintah di mana kedudukannya sama atau sejajar dengan lembaga pendidikan formal lainnya, siswa lulusan madrasah dapat memasuki jenjang sekolah umum yang lebih tinggi, atau pindak ke sekolah formal lain dan begitu juga sebaliknya. Dan dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989 ditegaskan bahwa madrasah adalah sekolah umum berciri khas agama Islam, dan kurikulumnya adalah kurikulum keluaran Depdikbud ditambah kurikulum agama yang dikeluarkan Depag. Bahkan dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003, kedudukan madrasah benar-benar setara dan sejajar dengan sekolah formal lainnya.
Meski demikian, madrasah oleh sebagian masyarakat masih dipandang sebagai lembaga pendidikan “kelas dua”. Akibatnya, meskipun secara yuridis keberadaan madrasah diakui sejajar dengan sekolah formal lain, madrasah umumnya hanya diminati oleh siswa-siswa yang kemampuan inteligensi dan ekonominya pas-pasan, sehingga usaha yang dilakukan madrasah selalu mengalami hambatan. Dengan kondisi yang demikian tidaklah mengherankan jika madrasah sering mendapat kritikan dari berbagai kalangan, baik akademisi maupun masyarakat awam, kritikan-kritikan tersebut dapat penulis paparkan sebagai berikut:
Madrasah masih mengutamakan kuantitas dari pada kualitas. Hal ini bisa kita lihat dari sangat longgarnya seleksi yang dilakukan oleh madrasah saat penerimaan siswa baru. Ketidakberanian madrasah ini melakukan seleksi yang ketat pada satu sisi memang merupakan hal yang wajar, karena keberlangsungan perjalanan madrasah atau hidup matinya madrasah yang note bene 90% adalah swasta sangat tergantung pada pembayaran uang sekolah dari para siswa, sedangkan bantuan pemerintah masih sangat minim.
Lulusan madrasah masih diragukan kualitasnya. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa para siswa lulusan madrasah masih “keteteran” ketika harus bersaing dengan lulusan yang berasal dari sekolah umum di Perguruan Tinggi Umum, sedangkan di Perguruan Tinggi Agama Islam masih banyak lulusan madrasah yang belum bisa mengaji dengan baik dan benar begitu juga dengan kemampuan menulis arabnya. Ini menunjukkan bahwa madrasah merupakan sekolah yang kepalang tanggung dengan bidang studi/ pelajaran yang sangat padat. Padahal, kehadiran madrasah dalam sistem pendidikan nasional sangat penting. Sebab melalui sistem pendidikan madrasah diharapkan dapat diletakkan dasar-dasar model pemikiran Islami yang kelak diperguruan tinggi dapat dikembangkan. Apalagi jika kita melihat latar belakang siswa yang masuk madrasah kebanyakan adalah siswa-siswa “pelarian” –untuk tidak mengatakan bodoh- yang gagal diterima disekolah-sekolah umum, dengan kata lain bahwa madrasah hanya dijadikan sebagai sekolah cadangan yang hanya dimasuki jika keadaan memaksa.
Madrasah masih sangat lemah dalam sistem kemanajerialannya. Selama ini pengelolaan madrasah masih berkesan apa adanya dengan manajemen yang masih sangat tradisional. Lemahnya sistem manajerial ini mengakibatkan perkembangan madrasah menjadi sangat lamban bahkan statis –untuk tidak mengatakan ketinggalan-. Kebanyakan para pengelola madrasah hanya berpikir “yang penting ada yang mendaftar”, “yang penting ada guru yang mengajar”, dan masih banyak lagi “yang penting-yang penting” lainnya tapi tidak mengarah pada peningkatan kualitas.
Kualitas tenaga pengajarnya sangat rendah. Karena sistem manajerialnya yang lemah berakibat pada rekrutmen guru pun juga berkesan sembarangan. Masih banyak kita temukan guru-guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang yang mereka miliki (mismatch), dan sebagian tenaga pengajar madrasah mengajar tidak dengan sepenuh hati, rasa tanggung jawab dan kreatifitas yang rendah, dan mengajar dengan metodologi apa adanya. Hal ini ditambah lagi dengan gaji yang sangat minimum sehingga semangat mengajarpun hanya “disesuaikan” dengan gaji yang diterima. Mereka menjadi tenaga pengajar hanya sebagai pelarian untuk tidak dikatakan sebagai pengangguran walaupun mungkin ada sebagian kecil yang ikhlas mengabdikan dirinya untuk pendidikan.
Sarana dan prasarana yang tidak memadai. Hanya sebagian kecil madrasah yang memiliki sarana yang memadai, itupun terbatas pada beberapa madrasah yang berpredikat unggulan atau milik pemerintah (negeri), sedangkan sisanya adalah madrasah yang hanya punya ruang belajar yang sederhana dengan kantor yang kecil dan sempit.

Alternatif perbaikan bagi pengelola madrasah
Untuk membawa madrasah kearah yang lebih baik sehingga mampu berdiri sejajar dengan lembaga pendidikan lainnya, maka perlu diusahakan untuk memperbaiki sistem yang selama ini diterapkan oleh madrasah, karena sistem yang ada akan menghasilkan hasil yang ada, untuk mendapatkan atau menghasilkan hasil yang berbeda maka sistem harus di ubah. Dengan kata lain jika selama ini apa yang telah diterapkan oleh madrasah ternyata membawa hasil yang tidak memuaskan, maka sistem tersebut tidak seharusnya dipertahankan, paling tidak perlu dimodifikasi atau ditingkatkan.
Berdasarkan pengamatan penulis, munculnya berbagai kritikan terhadap madrasah selama ini akibat utamanya adalah persoalan dana yang membelit madrasah, keterbatasan dana yang dimiliki madrasah membuatnya kesulitan untuk melakukan terobosan-terobosan yang membangun segala rencana seakan tidak ada gunanya ketika ingin dukungan dana tidak memadai (persoalan ini akan penulis kupas lebih dalam pada poin d). Namun sebelum membahas tentang permasalahan ini penulis terlebih dahulu akan membahas tentang solusi-solusi alternatif, terkait dengan kritikan masyarakat selama ini, untuk perbaikan madrasah di masa mendatang.
Orientasi kuantitas harus diubah ke kualitas. Dalam hal ini, madrasah harus berani menerapkan seleksi yang lebih ketat di saat penerimaan siswa baru. Walaupun pada awalnya hal ini akan berakibat pada berkurangnya jumlah siswa yang diterima karena tidak sesuai dengan criteria yang ditentukan, namun pada akhirnya, jika madrasah berhasil mendidik yang sedikit tersebut dengan maksimal sehingga mencetak hasil yang maksimal, maka yang sedikit tersebut akan menjadi iklan yang berjalan yang lebih efektif dari spanduk yang dipampang. Hal seperti ini sepengetahuan penulis pernah dipraktekkan oleh sebuah lembaga pendidikan yang komitmen dengan tujuan yang ingin dicapai, pada awal-awal perkembangannya memang hanya segelintir orang yang mendaftar, akan tetapi dengan kualitas maksimal yang dihasilkan, sehingga saat ini lembaga pendidikan tersebut selalu kewalahan disaat penerimaan siswa baru yang begitu membludak.
Peningkatan kualitas lulusan. Diragukannya kualitas lulusan madrasah diakibatkan tidak maksimalnya pembinaan yang dilakukan. Tidak maksimalnya hasil karena guru yang tidak berkualitas. Guru yang tidak berkualitas diakibatkan rekrutmen yang salah, dam sebagainya. Jika kesalahan-kesalahan ini kita runtutkan maka akan menjadi sebuah “lingkaran setan” yang susah dicari ujung pangkalnya. Bagi penulis tidak terlalu penting untuk merunut siapa yang bersalah, yang penting dilakukan sekarang adalah menemukan jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah. Sebagai langkah awal menurut penulis terkait dengan input dari madrasah itu sendiri, jika inputnya baik atau paling tidak standar, maka pendidikan pun akan lebih mudah untuk dilakukan. Jika inputnya sdah bagus langkah selanjutnya adalah merancang program kegiatan-kegiatan yang meningkatkan kemampuan serta memacu kreatifitas siswa. Selain upaya alternatif tersebut, penulis mempunyai alternatif lain yaitu dengan mengasramakan siswa-siswa madrasah sebagaimana model pondok pesantren, yang membedakannya dalam pondok pesantren, ilmu-ilmu pendidikan umum biasakan sedikit terlupakan tapi dalam model lembaga pendidikan ini, pendidikan umum diajarkan secara regular pada siang hari sebagaimana sekolah umum lainnya, sedangkan pelajaran agama dan/atau nilai-nilai agama bisa diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari yang bersifat aplikatif, tanpa melupakan aspek afektif dan kognitif, dengan kata lain pengajaran agama diberikan pada jam di luar jam pelajaran regular, baik berupa kultum, ceramah, maupun pengajian yang dilakukan secara rutin. Kegiatan-kegiatan tersebut ada yang bersifat harian dan ada pula yang mingguan. Dengan demikian, dalam pandangan penulis, lulusan yang dihasilkan akan lebih mampu bersaing dengan lulusan sekolah umum ketika memasuki Perguruan Tinggi Umum, dan juga tidak mengecewakan kemampuannya ketika meneruskan ke Perguruan Tinggi Agama Islam.
Peningkatan kemampuan manajerial pengelola madrasah. Kemampuan manajerial pengelola madrasah menurut pandangan penulis merupakan hati bagi madrasah itu sendiri, jika pengelolanya baik maka madrasah tersebut akan maju secara keseluruhan dan jika pengelolanya buruk, maka semuanya pun akan kena imbasnya. Karena itulah peningkatan kemampuan manajerial ini sangat ugen untuk dilakukan. Peningkatan tersebut bisa dilakukan dengan mengikuti workshop-workshop serta pelatihan-pelatihan dan/atau penataran-penataran, baik yang diselenggarakan pemerintah ataupun yang non pemerintah. Atau merekrut salah seorang tenaga ahli kemanajerialan yang akan membantu pengelola dalam mengembangkan madrasah.
Peningkatan kemampuan tenaga pengajar. Tenaga pengajar merupakan ujung tombak yang sangat menentukan kualitas dari lulusan yang dihasilkan, karena itulah seharusnya saat rekrutmen guru, para pengelola sekolah harus benar-benar selektif terhadap kemampuan tenaga pengajar yang dipilih. Tidak sekedar asal “comot” yang mau mengajar dengan gaji yang minim, tanpa memperdulikan keseuaian latar belakang pengajar dengan mata pelajaran yang akan diajarkan. Namun jika hal itu sudah terlanjur, maka yangseharusnya dilakukan pihak pengelola adalah meningkatkan tenaga pengajar yang ada sehingga memenuhi kualifikasi tenaa pengajar yang memadai. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan, penataran atau workshop yang dapat mendukung terjadinya peniongkatan tersebut. Dan jika memungkinkan, maka bisa diberikan kesempatan yang lebih luas kepada para pengajar untuk meningkatkan kemampuannya dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Peningkatan sarana dan prasarana yang ada. Madrasah setidaknya mempunyai sarana dan prasarana yang memadai sebagai wadah bagi peserta didik meningkatkan kemampuannya secara maksimal. Setidaknya madrasah memiliki perpustakaan dan laboratorium yang merupakan organ vital dalam sebuah lembaga pendidikan. Tanpa dukungan sarana dan prasarana yang memadai ibarat berperang tanpa senjata. Bisa bertempur namun kemungkinan kalahnya sangat besar. Karena itu setidaknya para pengelola menyediakan komponen-komponen penting sebagai unsure pendukung tercapainya tujuan.

Langkah-langkah operasional
Berkaitan dengan alternatif perbaikan yang penulis tawarkan diatas, agar apa yang direncanakan bisa diwujudkan maka pengelola madrasah kiranya perlu menentukan beberapa langkah operasional yang menurut penulis di antaranya adalah sebagai berikut:
1) Sebagaimana penulis ungkapkan sebelumnya, bahwa munculnya persoalan-persoalan di madrasah pada intinya adalah disebabkan kurangnya financial yang dimiliki, walaupun itu bukan satu-satunya sebab, tetapi dengan adanya dukungan financial yang memadai madrasah akan lebih leluasa merancang kegiatan-kegiatan yang bisa memacu perkembangan sebuah madrasah, seperti mengadakan workshop, pelatihan, peningkatan sarana dan prasarana dan sebagainya. Untuk merealisasikan hal tersebut, para pengelola sebaiknya melakukan rapat dengan komite sekolah untuk menyamakan visi dan persepsi, serta menentukan tujuan yang ingin dicapai beserta hal-hal yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan kata lain sekolah berusaha memberdayakan (bukan memperdayakan) masyarakat dengan mengkomunikasikan secara bijak agar apa yang diinginkan sekolah dan apa yang diinginkan masyarakat bisa tercapai. Selain itu, para pengelola juga harus aktif mencari donator-donatur yang konsen terhadap pendidikan, serta mencari bantuan kepada pemerintah secara professional (dengan tujuan yang terperinci dan konsep yang jelas).
2) Menjalin kerjasama dengan pihak-pihak yang terkait dengan pengembangan lembaga pendidikan seperti LSM-LSM yang konsen dengan pendidikan, universitas-universitas (untuk melakukan konsultasi dan meminta sumbang saran)
3) Melakukan studi banding ke sekolah-sekolah yang lebih maju
4) Mengikutsertakan tenaga pengajar setiap ada seminar kependidikan.
5) Dan sebagainya.
2. Trend pengelolaan lembaga pendidikan Islam saat ini ternyata tidak anya berorientasi pada dakwah semata, tetapi juga mengarah ke pendidikan sebagai lembaga bisnis, sehingga akan mempunyai implikasi-implikasi tertentu yang perlu dicermati oleh para pengelola lembaga pendidikan Islam. Jika saya adalah seorang penmgelola lembaga pendidikan Islam akan ada beberapa alternatif yang akan saya kembangkan untuk mengantisipasi hal tersebut:
Pertama, saya akan kombinasikan keduanya, yaitu antara dakwah dan bisnis. Selama ini berkembang image bahwa lembaga pendidikan unggulan hanya untuk orang-orang kaya, hal ini ditunjukkan dengan tingginya biaya pendidikan yang harus ditanggung masyarakat yang menyekolahkan anak ditempat tersebut dan biasanya untuk ukuran bayaran tersebut hanya dapat dipenuhi oleh masyarakat kelas menengah ke atas. Sedangkan kelas menengah ke bawah terpaksa sekolah di sekolah-sekolah pinggiran. Agar kombinasi ini bisa berjalan maka saya akan “mengalokasikan” bantuan beasiswa bagi anak kelas bawah yang berprestasi dengan diberikan kebebasan dari segala biaya administrasi madrasah, dengan rasio perbandingan kurang-kurangnya dua setengah persen dari seluruh pendaftar yang ada dan jika memungkinkan prosentase tersebut bisa ditambah bahkan sampai sepuluh persen, sebagai contoh jika pendaftar mencapai seratus anak maka setidaknya 3-10 orang anak yang tidak mampu diberi kebebasan dari segala biaya administrasi dan jika memungkinkan dibantu sampai ke perlengkapan sekolahnya.
Kedua, tetap pada konsep dakwah dengan mengenyampingkan bisnis. Tapi hal ini bukanlah hal yang mudah, karena agar sebuah madrasah bisa berjalan dengan semestinya tentulah memerlukan biaya operasional yang tidak sedikit. Karena itu para peserta didik tetap dipungut pembayaran dengan berusaha ditekan seminimal mungkin sehingga biaya pendidikan bisa dicapai semua kalangan. Untuk menutupi kekurangannya saya akan berusaha mencari alternatif lain yang bisa menambah pemasukan bagi madrasah dengan tidak membebani peserta didik. Untuk hal ini ada beberapa alternatif yang bisa saya lakukan tergantung situasi dan kondisi yang ada. Alternatif pertama saya akan berusaha membuka usaha-usaha mandiri yang akan dikelola oleh koperasi madrasah, keuntungan dari usaha tersebut akan digunakan untuk membantu biaya operasional madrasah. Alternatif kedua, saya akan membuat konsep atau rancangan yang lengkap dan terperinci tentang arah pengembangan madrasah yang saya kelola dan akan saya ajukan kepada pemerintah setempat agar mengucurkan bantuan sehingga rancangan tersebut bisa diaplikasikan. Alternatif ketiga, saya akan mencari donator-donatur atau para dermawan yang dipandang mampu dan mempunyai kepedulian yang besar terhadap pendidikan. Alternatif keempat, saya akan berusaha memaksimalkan peranan komite sekolah agar bersedia bersama-sama berjuang memajukan lembaga pendidikan atau madrasah yang saya kelola.